BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Ternak
ruminansia (pemamah biak) meliputi sapi, kerbau, kambing, dan domba secara
alami membetuhkan hijauan berupa rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan
bahan pakan yang penting bagi ternak rumanansia. Hijauan ini dapat berasal
dari: hijauan liar (tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya) dan
hijauan yang dibudidayakan (sengaja ditanam dan dipupuk). Hijauan liar terdiri
atas berbagai jenis rumput, leguminoceae, dan tanaman lainnya. Sedangkan
hijauan yang dibudidayakan hanya merupakan satu speciel rumput atau bercampur
dengan species rumput lain.
Ketersediaan
bahan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pada musim
penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah sedangkan pada musim
kemarau ketersediaan sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya
peternak memberi pakan sisa-sisa pertanian seperti jerami.
Hasil
pemanenan padi berupa jerami padi tidak banyak dimakan ternak, biasanya
ditumpuk dan dibiarkan mengering. Kalaupun diberikan pada ternak hanya sedikit
yang dimakan karena kurang disukai ternak sehimgga setelah pemanenan padi,
jerami ditumpuk dan dibiarkan mengering. Jerami padi belum dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat peternak untuk ternak ruminansianya.
Kendala
utama dari pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu bahan pakan ternak adalah
kandungan serat kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang rendah.
Penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat
memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak.
Adanya
faktor pembatas pada jerami padi dengan nilai gizi yang rendah yaitu rendahnya
kandungan protein kasar, tingginya serat kasar, lignin, silika (Ranjhan, 1977)
serta rendahnya kecernaan (Djajanegara, 1983). Untuk itu, jerami padi perlu
ditingkatkan nilai nutrisinya dengan melakukan pengolahan, baik fisik, kimia,
maupun biologis.
Agar
limbah pertanian berupa jerami padi dapat dipergunakan secara luas pada ternak
ruminansia dalam mengatasi kendala-kendala penyediaan bahan pakan ternak pada
musim kemarau dan pemanfaatan limbah yang berlimpah maka perlu dilakukan suatu
upaya peningkatan daya guna dari limbah tersebut melalui suatu teknologi pakan
yang tepat guna. Salah satu teknologi pakan tepat guna yang dilakukan dalam
pengelolaan bahan pakan ternak adalah bioteknologi melalui fermentasi.
1.2.
Permasalahan
Keterbatasan
jumlah hijauan pakan ternak khususnya musim kemarau merupakan suatu kendala
dalam meningkatkan produktivitas ternak ruminansia. Upaya yang dapat dilakukan
salah satunya memanfaatkan limbah-limbah pertanian seperti jerami padi. Namun,
jerami padi tidak dapat dimanfaatkan secara luas pada ternak ruminansia karena
adanya faktor penghambat berupa kandungan nutrisi yang rendah (rendahnya
kandungan protein kasar, tingginya serat kasar, lignin, dan silika serta
rendahnya kecernaan). Salah satu solusi dalam mengatasi masalah ini adalah
melakukan pengolahan jerami padi dengan cara bioteknologi melalui fermentasi.
1.3.
Tujuan Penulisan
Penulisan
ini bertujuan memberi informasi dalam pemecahan masalah peningkatan nilai
nutrisi limbah pertanian (jerami padi) sebagai bahan pakan ternak dengan
melakukan pengolahan jerami padi secara bioteknologi melalui fermentasi.
1.4.
Metode Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan yaitu berupa
buku-buku, journal, dan lain-lain. Kemudian dikumpul informasi berkaitan
pengolahan limbah pertanian (Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi)
sebagai pakan ternak ruminansia.
BAB II
BIOTEKNOLOGI JERAMI PADI MELALUI FERMENTASI SEBAGAI
BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA
2.1. Bahan
Pakan Ternak Ruminansia
Tenak ruminansia (pemamah biak)
meliputi sapi, kerbau, kambing, dan domba mempunyai peranan yang sangat
strategis bagi kehidupan ekonomi petani di pedesaan. Oleh karena itu, pemenuhan
kebutuhan gizi ternak perlu diperhatikan melalui pemberian bahan pakan sesuai
kebutuhan hidupnya.
Kandungan
gizi makanan ternak sangat tergantung pada bahan hijauan yang diberikan.
Hijauan yang diberikan berupa rumput alam, rumput lapangan, rumput tanam
(rumput unggul), hijauan kacang-kacangan (kaliandra, lamtoro, gamal, turi,
dll.), dan hijauan limbah pertanian (batang ubi jalar, jerami padi, jerami
kacang-kacangan, dll.). Kandungan protein hijauan kacang-kacangan sebesar 21%,
rumput lapangan dan rumput unggul sebesar 10.20% (Rukmana, 2005), sedangkan
hijauan limbah pertanian (jerami padi) kandungan proteinnya sebesar 3.6%
(Komar, 1984).
Hijauan
kering seperti jerami dan hay. Jerami hasil ikutan pertanian seperti padi,
jagung, kedelai dan lain-lain berupa batang, daun dan ranting. Jerami merupakan
salah satu bahan pakan ternak yang mutunya rendah karena mengandung sellulosa (silika
dan lignin) yang sulit ditembus oleh getah pencernaan sehingga menyebabkan
kecernaan rendah (AAK, 1991).
Jerami
padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum
sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu mencapai 12-15
ton per hektar satu kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi
dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Soekoharto (1990) meyatakan bahwa
jerami padi adalah bagian tanaman padi yang sudah diambil buahnya, di dalamnya
termasuk batang, daun, dan merang. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar
50% dari produksi gabah kering panen.
Menurut
Tillman dkk. (1991) jerami termasuk makanan kasar (roughate) yaitu bahan
makanan yang berasal dari limbah pertanian/tanaman yang sudah dipanen. Bila
ditnjau dari kandungan nutrisinya, jerami memiliki kandungan protein dan daya
cerna yang rendah, namun di dalamnya memiliki sekitar 80% zat-zat potensial
yang dapat dicerna sebagai sumber energi bagi ternak (Komar, 1984).
Kandungan
protein yang rendah dengan daya cerna yang hanya 40% menyebabkan rendahnya
konsumsi bahan kering (kurang dari 2% berat badan ternak). Hal ini jelas, tanpa
penambahan konsentrat tidak mungkin dapat meningkatkan produksi ternak, bahkan
mungkin dapat menurunkan produksi. Kendala lain yang mempengaruhi kualitas
jerami adalah tingginya kandungan lignin dan silika sehingga menyebabkan daya
cerna ransum jadi rendah (Kohar, 1984).
Kandungan
lignin, sellulosa, hemisellulosa mempengaruhi kecernaan makanan dan diketahui
bahwa antara kandungan lignin dan kecernaan bahan kering berhubungan sangat
erat terutama pada rumput-rumputan (Jaffar dan Hassan, 1990). Lignin dan
sellulosa sering membentuk senyawa lignoselulosa dalam dinding sel tanaman dan
merupakan suatu ikatan yang kuat (Sutardi, 1980). Ditambahkan Djajanegara
(1986), kecernaan serat pakan bukan hanya ditentukan oleh kandungan lignin
tetapi juga ditentukan oleh ikatan lignin dengan gugus karbohidrat lainnya. Kadar
serat yang tinggi dapat mengganggu pencernaan zat-zat lainnya, akibatnya
tingkat kecernaan menjadi menurun (Lubis, 1963).
Selulosa
tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali
pada ternak ruminansia yang mempunyai mikroorganisme selulolitik dalam
rumennya. Mikroba tersebut dapat mencerna selulosa dan memungkinkan hasil akhir
dari pencernaan bermanfaat bagi ternak tersebut. Pada proses pencernaan
selulosa tersebut banyak energi yang hilang. Dengan demikian, zat makanan tersebut
memiliki nilai gizi yang rendah dibanding zat pati yang mudah dicerna
(Anggrodi, 1979).
Sa’id
(1996) menyatakan bahwa hidrolisa hemiselulosa menghasilkan 3 jenis
monosakarida yaitu xylosa, arabinosa (dalam jumlah banyak), dan glukosa (dalam
jumlah sedikit). Hemiselulosa dapat difermentasi oleh beberapa mikroorganisme
yang mampu menggunakan gula pentose sebagai substratnya.
2.2.
Pengolahan Bahan Pakan Ternak
Pemanfaatan jerami secara
langsung sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada
ternak. Hal ini dapat menurunkan produktivitas ternak. Pasokan protein
dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhan dan meningkatkan populasi
optimum untuk proses degradasi serat bahan pakan dalam rumen. Untuk mengatasi
hal itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang sesuai sehingga bahan pakan
ligniselulosik memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ternak ruminansia.
Ada
beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial
serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat
dicerna pada pakan yang berkualitas rendah dapat dilakukan melalui proses
kimia, fisik, dan biologis (Hungate, 1966).
Perlakuan
fisik berupa pemotongan, penggilingan, peleting, penghancuran, dan lain-lain.
Perlakuan biologis dengan menggunakan jamur (fungi). Proses kimiawi pencernaan
limbah-limbah pertanian dapat ditingkatkan dengan penambahan alkali dan asam
(Pigden dan Bender, 1978). Walker dan Kohler (1978) menyatakan bahwa
perlakuan-perlakuan kimia yang telah dicoba diteliti antara lain terdiri atas
perlakuan Naoh, KOH, Ca (OH), dan urea.
2.3.
Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi
Bioteknologi merupakan suatu
bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut aplikasi praktis
organism hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa dan manufaktur
serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi memanfaatkan bakteri, kapang, ragi,
alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai konstituen
berbagai proses industri. Bioteknologi mencakup proses fementasi, pengelolaan air dan sampah, sebagian teknologi pangan
dan berbagai penerapan pangan baru mulai dari biomedis hingga daur ulang logam
dari batuan miner berkualitas rendah. Proses bioteknologi dapat dibagi dua
jenis yaitu bioteknologi tradisional dan
bioteknologi modern. Bioteknologi
tradisional yaitu proses bioteknologi yang terjadi pada suatu makanan atau
pakan dengan cara menambahkan suatu enzim atau mikroorganisme tertentu sehingga
terjadi perubahan fisik, penampilan, dan rasa akibat proses biologis dalam
bahan (Pilliang, 1997).
Fermentasi
adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan anzim dari mikroba (jasad
renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya
sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya perubahan
sifat bahan tersebut (Winamo, dkk., 1980).
Mikroba
yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri,
khamir, dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan lebih berdasarkan
pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi, dan sapek ekonomi (Tanneneum,
dkk., 1975). Bahkan dewasa ini mikroba sebagai probiotik dengan berbagai merk
dagang dapat diperoleh dengan mudah.
Fermentasi
dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik,
lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik
(contohnya: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain).
Hasil
penelitian Syamsu (2006) menggambarkan bahwa komposisi nutrisi jerami padi yang
telah difermentasi dengan menggunakan starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06%
dari berat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas
dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Selanjutnya dikatakan kadar protein
kasar jerami padi yang difermentasi mengalami peningkatan dari 4,23% menjadi
8,14% dan diikuti dengan penurunan kadar serat kasar. Hal ini memberikan
indiksi bahwa starter mikroba yang mengandung mikroba proteolitik yang
menghasilkan enzim protease dapat merombak protein menjadi polipeptida yang
selanjutnya menjadi peptida sederhana.
Selanjutnya
Syamsu (2006) menyatakan bahwa menggunakan starter mikroba menurunkan kadar
dinding sel (NDF) jerami padi dari 73,41% menjadi 66,14%. Dengan demikian dapat
diduga bahwa selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa, dan
hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starter mikroba membantu
perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas
dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan
menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi.
Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama fermetasi terjadi penguraian ikatan
lignin dan hemiselulosa. Dilain pihak, dengan menurunnya kadar NDF menunjukkan
telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel sehingga pakan akan menjadi lebih
mudah dicerna oleh ternak.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian
tersebut diatas dapat di tarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Limbah
pertanian berupa jerami padi sangatlah potensial bila dimafaatkan sebagai bahan
pakan ternak ruminansia.
2. Untuk
meningkatkan pemanfaatan jerami padi sebagai bahan pakan ternak perlu dilakukan
pengolahan yang tepat guna berupa bioteknologi melalui fermentasi.
3. Pengolahan
jerami padi secara bioteknologi melalui fermentasi memiliki keunggulan antara
lain bahan pakan (jerami) yang difermentasi memiliki kandungan nutrisi yang
dihasilkan lebih tinggi dibandingkan tanpa fermentasi (meningkatkan protein dan
menurunkan serat kasar) dan memiliki safat organoleptis (bau harum, asam)
sehingga lebih disukai ternak (palatable).
3.2.
Saran-saran
Dalam pelaksanaan penulisan ini
penulis menyadari kurangnya ketelitian. Untuk itu, masih banyak hal yang harus
diperbaiki dan ditingkatkan guna berhasilnya pelaksanaan penulisan dimasa
mendatang.
Berdasarkan
pengalaman selama melakukan penulisan, penulis menghimbau kepada mahasiswa yang
akan melakukan penulisan dimasa mendatang, diharapkan agar dapat memahami
materi kuliah sebelum melakukan penulisan. Ketelitian dan kehati-hatian dalam
melaksanakan penulisan harus ditingkatkan, guna mendapatkan hasil kerja
maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi, R.
1979. Ilmu Makanan Ternak Umum.
Jakarta: Gramedia.
Djajanegara, A. 1983. Tinjauan Ulang Mengenai Evaluasi
Suplemen pada Jerami
Padi.
Prosiding Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan
Ternak. Bandung: Lembaga Kimia Nasional LIPI.
Djajanegara, A. 1986. “Intake and Digestion of Cereal
Straws by Sheep”. Thesis.
Melbourne:
University of Melbourne.
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press.
Jalaludin,
S. and R.I.Hutagalung. 1982. Feeds for Farm Animals from the Oil Palm.
Kuala Lumpur: University Pertanian
Malaysia.
Jafar, M.D.
and A. Hasan. 1990. Optimum Steaming Condition of OPF for Feed
Utilization Procassing and Utilization of Oil Palm by
Product for Ruminant.
Mardi-Tarc Collaborative Study.
Malaysia.
Komar,A.
1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai
Bahan Makanan Ternak.
Bandung: Dian grahita.
Lubis, D.A. 1963. Ilmu
Makanan Ternak. Jakarta: Pembangunan.
Pigden, W.J.
and F. Bender. 1978. Utilization of Lignocellulosic by ruminant. World.
Anim.
Rev. 12 : 30-33.
Preston,
T.R. and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production Systems with
Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. International Colour
Production. Stanthorpe, Queensland,
Australia.
Ranjhan,
S.K. 1977. Animal Nutrition and Feeding Practice in India. New Delhi:
Vikan
Pub.House PVT Ltd.
Rukmana,R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak.
Kanisius: Yogyakarta.
Sa’id, G.
1996. “Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit”. Trubus
Agriwidya. Jakarta.
Sutardi,T.
1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Ternak, Fak.
Pertanian IPB, Bogor.
Syamsu,J.A.
2006. Kajian Penggunaan Starter Mikroba Dalam Fermentasi Jerami
Padi Sebagai
Sumber Pakan Pada Peternakan Rakyat di Sulawesi Tenggara.
Disampaikan dalam Seminar Nasional
Bioteknologi. Puslit Biotenologi LIPI: Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar